Kalimat
takbir merupakan kalimat yang teramat istimewa. Sangat banyak dalil dari
al-Qur’an maupun sunnah Nabi shallallahu’alaihiwasallam yang memotivasi
kita untuk mengucapkan kalimat ini. Di antaranya:
وَكَبِّرْهُ
تَكْبِيرًا
Artinya:
“Agungkanlah Allah (bertakbirlah) seagung-agungnya”. QS.
Al-Isra’ (17): 111.
Bahkan
hampir setiap ibadah selalu diiringi takbir. Setelah selesai berpuasa Ramadhan
misalnya, kita diperintahkan Allah untuk bertakbir.
وَلِتُكْمِلُوا
الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ
تَشْكُرُونَ
Artinya:
“Dengan begitu kalian dapat menyelesaikan hari-hari puasa kalian dengan
sempurna. Dan hendaklah kalian mengagungkan Allah (bertakbir) atas
petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kalian bersyukur”. QS.
Al-Baqarah (2): 185.
Juga
di dalam ibadah haji, serta di hari raya Idhul Ad-ha, kita disyariatkan untuk
memperbanyak takbir. Allah ta’ala berfirman,
لَنْ
يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى
مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ
وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ
Artinya:
“Daging dan darah hewan kurban itu tidak sampai kepada Allah. Yang sampai
kepada-Nya hanyalah niat ikhlas kalian. Begitulah Allah tundukkan hewan kurban
itu kepada kalian agar kalian selalu mengagungkan Allah (bertakbir) atas
petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada
orang-orang yang berbuat baik”. QS. Al-Hajj (22): 37.
Bukan
hanya itu, di dalam ibadah amaliah yang paling mulia, yakni shalat, harus diawali
dengan takbir, dan tidak boleh diganti dengan dzikir selainnya, walaupun
semakna.
Aisyah radhiyallahu’anha menuturkan,
كَانَ
رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَسْتَفْتِحُ الصَّلاَةَ بِالتَّكْبِيْرِ
وَالْقِرَاءَةَ بِالْحَمْدِ لِلهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Adalah
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam membuka shalat beliau dengan takbir dan
mengawali bacaannya dengan Alhamdulillahi Rabbil Alamin”. HR. Muslim.
Bahkan
hampir setiap gerakan dalam shalat ditandai dengan takbir. Tahukah Anda bahwa
dalam sehari semalam, di shalat lima waktu saja kita telah bertakbir 94 kali?
Itu belum ditambah takbir dalam shalat sunnah rawatib dan dzikir sesudah shalat
fardhu. Seluruh takbir tersebut bila dikumpulkan ternyata berjumlah 320 kali!
Padahal itu hanya dalam sehari semalam. Ini menunjukkan keagungan takbir.
Apabila seluruh takbir yang kita baca sehari
semalam, di shalat lima waktu, juga dalam shalat sunnah rawatib dan dzikir
sesudah shalat fardhu, kita hitung semuanya, ternyata berjumlah 320 kali! Itu
belum termasuk dzikir yang tidak terikat waktu, yang diucapkan oleh seorang
muslim dalam kesehariannya.
Hal ini menunjukkan betapa istimewanya kalimat
takbir di dalam agama kita. Oleh karena itu tidak heran bila kalimat mulia ini
kita ucapkan dalam sehari ratusan kali, bahkan tak terhitung.
Di antara dalil yang menunjukkan keistimewaan
kalimat takbir, adalah hadits yang berisikan pensyariatan mengucapkan
takbir di saat kita melewati jalan yang menanjak.
Ibnu Umar radhiyallahu’anhuma bertutur,
كَانَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- وَجُيُوشُهُ إِذَا عَلَوُا الثَّنَايَا كَبَّرُوا وَإِذَا هَبَطُوا سَبَّحُوا فَوُضِعَتِ الصَّلاَةُ عَلَى ذَلِكَ.
“Adalah Nabi
shallallahu’alaihiwasallam dan pasukannya apabila menanjak jalan; mereka
mengucapkan takbir. Dan bila menurun; mereka bertasbih. Bacaan dalam gerakan
shalat pun diatur seperti itu”. HR. Abu
Dawud dan dinilai sahih oleh Syaikh al-Albany.
Para ulama menjelaskan hikmah di balik pengucapan
kalimat takbir saat jalan menanjak dan kalimat tasbih saat jalan menurun. Kata
mereka, kita bertakbir saat menanjak melewati jalan yang tinggi, sebab kondisi
itu selaras dengan pengagungan Allah yang maha tinggi. Sebaliknya kita
mengucapkan tasbih saat menuruni jalan yang rendah, karena hal itu selaras
dengan pensucian Allah dari sifat-sifat yang rendah dan jelek.
Begitu pula dalam shalat kita. Dzikir yang kita
ucapkan dalam gerakan-gerakan di dalamnya sesuai dengan hal di atas. Saat kita
mengangkat tangan ketika takbiratul ihram, juga saat bangkit dari sujud kita
mengucapkan takbir. Karena gerakan-gerakan tersebut mengarah kepada sesuatu
yang tinggi. Sebaliknya ketika kita sedang ruku’ dan sujud; merendahkan anggota
tubuh kita, kita mengucapkan tasbih. Sebab kalimat ini mengandung pensucian
Allah dari sifat-sifat buruk yang rendah.
Jadi, kalimat takbir bukanlah kalimat yang hanya
diucapkan dengan lisan belaka, namun kalimat yang amat sarat dengan makna.
Takbir yang sejati adalah takbir yang diucapkan seorang hamba seraya ia
mengagungkan Allah ta’ala dengan pengagungan lisan, hati dan
perbuatan. Alias ia berusaha menjalankan perintah-perintah-Nya serta menjauhi
larangan-larangan-Nya.
sumber : Ustadz Abdullah Zaen Lc. MA
sumber : Ustadz Abdullah Zaen Lc. MA